IBADAH HARUS DISERTAI DENGAN KETULUSAN

BACAAN ALKITAB : 2 Timotius 3: 1-9
PERENUNGANKU
Tahun 2011, seorang anggota DPR yang didakwa melakukan tindak pidana korupsi berkata, “Sumpah mati saja saya siap.” Selama sidang berlangsung, ia sering menampilkan diri sebagai sosok yang religius. Akan tetapi, akhirnya, pengadilan memutuskan bahwa sang anggota dewan itu terbukti melakukan tindakan pidana korupsi dan hakim menjatuhkan vonis hukuman penjara dan denda.

Modus menampilkan diri sebagai seorang yang religius demi mendapat keuntungan bukan hal yang baru di dunia ini. Beberapa tahun lalu, polisi anti kejahatan cyber Filipina menangkap Maria Cecilia Caparas yang dikenal sebagai “cybersex queen” karena memiliki usaha pemerasan cybersex lintas negara yang sangat masif. Di antara korbannya, ada yang begitu stress sehingga bunuh diri. Ketika ditangkap, Maria sedang mengenakan sehelai kaus bertuliskan “In the happy moments praise God, in the difficult moments seek God” (Di waktu senang memuji Allah, di waktu susah mencari Allah). Dalam surat 2 Timotius, Rasul Paulus menunjukkan bahwa sejak dekade pertama kekristenan, sudah banyak orang yang secara lahiriah menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakikatnya memungkiri kekuatannya (3:5). Mereka mengenakan topeng religiositas untuk menutupi sifat dan karakter mereka yang sesungguhnya. Mereka menjalankan ritual agamawi sebagai kedok kejahatan mereka. Di mata Rasul Paulus, pada dasarnya, mereka menuruti hawa nafsu, bukan menuruti Allah. Rasul Paulus memerintahkan agar Timotius menjauhi orang-orang seperti itu.

Sayangnya, orang-orang seperti itu tidak hanya ada di abad pertama. Saat Kaisar Constantine menjadi Kristen dan memberi hak istimewa kepada orang Kristen, banyak orang berbondong-bondong menjadi Kristen tanpa memahami apa arti menjadi Kristen yang sesungguhnya. Di kemudian hari, di abad pertengahan, Gereja banyak dinodai oleh orang-orang yang melakukan “simony”, yaitu memperjual belikan jabatan gerejawi. Sayangnya, orang-orang yang melakukan ibadah untuk mencari keuntungan masih terus ada hingga saat ini. Pertanyaannya, apakah ibadah yang kita lakukan saat ini sungguh-sungguh kita lakukan dengan tulus ikhlas di hadapan TUHAN? Marilah kita mengintrospeksi diri secara jujur di hadapan TUHAN! [HL]




Renungan Seorang Murid GKY Sunter / 2020