Mazmur 6 : Doa yang Melegakan dan Memulihkan

By: GI. Heren Tjung

Pelicano adalah kapal yang sejak tahun 1986 luntang lantung di laut lepas, tidak ada satu pun negara yang mau menerimanya. Kapal ini ditolak di Sri Lanka. Pulau Barmuda pun tidak mau menerimanya. Saat mendekat ke Republik Dominika, ia dihalau, begitu juga di Belanda, Kepulauan Antilas, termasuk Indonesia. Pelicano menjadi kapal yang paling tidak diinginkan di dunia karena isi kapal itu penuh dengan sampah. Ada 15 ribu ton sampah ,hasil dari demo sepanjang musim panas di Philadelphia yang amat menyengat baunya dan penuh bakteri. Pelicano, kapal yang penuh sampah ini hampir tak punya teman.

Di dunia ini ada cukup banyak manusia yang nasibnya mirip seperti kapal Pelicano tersebut, menyimpan banyak sampah di dalam jiwa berupa sakit hati, kepahitan, kemarahan, hingga kenajisan yang “beraroma menyengat” muncul dalam wujud tutur kata dan perilaku yang tidak menyenangkan. Orang-orang seperti ini, seringkali mengalami kesendirian, tertolak oleh banyak masyarakat. Kotoran yang terlalu menumpuk dalam hati itu kemudian menjadi beban berat dan rasa bersalah yang besar dalam hidupnya.

Sesungguhnya tidak ada seorang pun di dunia ini yang tidak pernah mengalami hal tersebut, saat hati ini seakan sesak oleh karena banyaknya kesalahan dan dosa yang dilakukan. Kondisi hati yang penuh rasa bersalah itu membuat diri ini merasa ditolak oleh siapapun. Oleh siapapun? Ya, ditolak oleh siapa pun, itu yang “dirasakan” oleh banyak orang dalam situasi yang mirip seperti kapal Pelicano, namun “perasaan” tak selalu merupakan kebenaran, bukan? Sebagai umat Tuhan, ada satu Pribadi yang selalu siap menerima kita sekotor apapun diri kita dan segalau apapun yang sedang kita “rasakan”. Dan kita dapat mendekati dan menemui Dia di dalam doa kita.

Daud, pernah mengalami perasaan kotor seperti kapal Pelicano tersebut. Catatan Doa Daud dalam Pergumulan di Mazmur 6 memperlihatkan adanya “guilty feeling” yang begitu mengganggu, membuat Daud merasa bahwa penderitaan yang sedang dialaminya sebagai sebuah hukuman Tuhan. Tak heran jika Daud berseru :
Ya TUHAN, janganlah menghukum aku dalam murka-Mu, dan jangan menghajar aku dalam kepanasan amarah-MU, kasihanilah aku, TUHAN, sebab aku merana, sembuhkanlah aku TUHAN , sebab tulang- tulangku gemetar.”

Kalau seorang yang besar, dipuji-puji Tuhan sebagai orang yang taat dan cinta Tuhan pun pernah mengalami masa-masa dimana dirinya sepertinya “terbuang” dan terhukum karena banyaknya dosa dan kesalahan yang dilakukannya, tentunya kita pun tak luput dari pengalaman seperti ini. Namun meskipun  demikian, pengalaman dan perasaan “terbuang” dan “terhukum” akibat banyaknya sampah di hati kita, tidak perlu menjadikan kita terombang-ambing bak kapal Pelicano, karena Tuhan bersedia dijadikan “pelabuhan” hati kita sekotor apapun hidup kita. Doa adalah jalan menuju ke pelabuhan Tuhan itu. Melalui Doa mata kita kembali dibukakan akan besarnya Kasih Tuhan yang sudah memberi hidup untuk menebus dosa kita. Melalui doa, kita kembali memperoleh kekuatan untuk pulih dan bangkit untuk menjalani hidup yang diperbaharui kembali.

Seseorang pernah berkata kepada saya bahwa bertahun-tahun ia berdoa, namun tak kunjung ada perubahan, Tuhan tetap jauh. Saat mendengarkan bagaimana ia berdoa dengan bersuara, isi doanya penuh dengan pembenaran diri dan menyalahkan Tuhan. Dari sana saya pun menyadari bahwa ternyata tidak semua doa dapat memberi kelegaan dan membawa kepada proses penyucian seperti yang dialami Daud.

Lalu Doa yang Bagaimana yang Memiliki Kuasa Pemulihan ?

Dari Mazmur 6 ada 3 kunci doa yang memulihkan dan menyucikan:

1. Doa yang Jujur namun Tidak Membenarkan Diri.

Banyak orang saat ini yang makin berani jujur mengungkapkan isi hatinya saat perasaannya terasa kacau, namun sayangnya tidak pada tempat yang tepat. Sebagian orang mengungkapkannya di sosial media mereka, sebagian lagi kepada komunitas kantor atau tempat kerjanya, dan yang terbanyak adalah kepada orang terdekat. Karena sedang kacau, sebagian besar orang menyampaikan perasaan negatif tersebut dengan nada yang negatif pula. Terkadang ungkapan perasaan tersebut mendapat respons yang positif dan menggugah hati orang lain untuk menolong, namun sayangnya tak sedikit pula yang pada akhirnya malah dibenci dan ditanggapi secara negatif pula.

Doa adalah sarana yang paling aman untuk mencurahkan isi hati secara jujur, segala perasaan bersalah, merasa terhukum, merasa tertolak, dan sebagainya, dapat diungkapkan secara leluasa pada Tuhan tanpa kita perlu takut diresponi Tuhan secara negatif. Hal ini disebabkan Tuhan mengenal kita dengan amat baik. Dia pencipta yang memahami ciptaan-Nya. Curhatan yang jujur dalam doa ini akan memberikan kelegaan. Namun, kita perlu wasapada. Jangan sampai saking leluasanya curhat, lalu kita juga membenarkan diri, seakan-akan kita tanpa salah.

Ungkapan pembenaran diri adalah sebuah gambaran ketidak-jujuran di hadapan Tuhan. Jujur berarti kita menceritakan perasaan kita apa adanya tanpa menutupi fakta adanya kesalahan yang telah kita lakukan.

Kejujuran adalah poin utama doa yang akan membawa kita pada tahap pemulihan selanjutnya. Hal tersebut juga dapat kita lihat dari isi doa Daud di Mazmur 6. Di sana Daud secara leluasa menyampaikan perasaan-perasaan negatif, yaitu ia merasa terhukum, terkejut, ditinggalkan. Namun tak satu pun kalimat yang membenarkan dirinya sendiri.

2. Doa yang Tulus Memohon Namun Tidak Memaksakan Kehendak.

Pengharapan dalam doa juga merupakan sebuah elemen yang akan membangkitkan hidup kita dari keterpurukan masalah dan rasa bersalah. Pengharapan disampaikan kepada Tuhan melalui sebuah permohonan. Tak perlu saya banyak menguraikan hal ini, hampir semua orang tahu dan pernah memohon dalam doanya. Bahkan, kalau boleh jujur, bukankah kebanyakan kita lebih banyak memohon daripada mengakui dosa atau memuji Tuhan dalam doa kita? Memohon adalah sesuatu yang dibenarkan dalam doa, dan memang doa permohonan adalah doa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus agar doa tak menjadi bertele-tele. Namun banyak orang Kristen yang bertindak terlalu jauh, permohonan berlanjut menjadi sebuah pemaksaan dalam bentuk klaim ini dan klaim itu.

Memohon tetap harus diiringi rasa tahu diri. Kita hanya ciptaan yang memohon pada Pencipta. Kita bukan boss yang berhak memaksa sesuatu kepada bawahan untuk melakukan tugas tertentu. Permohonan yang tulus adalah hal yang Tuhan inginkan, karena itu adalah gambaran penyerahan diri dan kerendahan hati. Perhatikanlah doa Daud, tak ada unsur pemaksaan di setiap kalimatnya.

3. Doa yang penuh Iman namun tidak Meninggikan Diri.

Saya yakin dan percaya, di ujung mengalirnya doa yang jujur mencurahkan isi hati dan tulus memohon, iman yang seakan tenggelam oleh beratnya masalah itu akan kembali muncul. Setidaknya itu bukan hanya pengalaman pribadi saya saja, Doa Daud dalam Mazmur 6 pun menunjukkan hal demikian. Sekalipun doa Daud belum terjawab, ia menutup doanya dengan keyakinan bahwa Tuhan mendengar dan menerima doanya serta akan bertindak menolongnya.

Iman akan dijawabnya doa bukan atas dasar kita baik atau pantas untuk ditolong. Namun atas kesadaran bahwa memang Tuhan penuh belas kasihan dan anugerah. Kayakinan akan kebaikan Tuhan itu pun merupakan bagian dari iman dalam doa kita.

Apapun yang menjadi “sampah” dan pergumulan dalam hati kita saat ini, marilah kita serahkan kepada Tuhan. Dia, Bapa yang penuh kasih, sedang menunggu kita dengan tangan yang terbuka. Mari kita datang dengan sikap hati dan iman yang benar sehingga kita sungguh mendapatkan kelegaan dan pemulihan.

Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat,

Aku akan memberi kelegaan kepadamu. 

Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku,

karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.

Mat 11:28