HIDUP YANG SEUTUHNYA

BACAAN ALKITAB : Yeremia 29:1-11
PERENUNGANKU
Gaya hidup orang-orang Yehuda yang sedang menjalani pembuangan di Babel tidak sesuai dengan kehendak Allah. Oleh karena itu, Allah mengutus Yeremia untuk mengirim surat kepada mereka (29:1-3). Melalui surat itu, Allah menyatakan kehendak-Nya, yakni mereka harus menjalani kehidupan secara normal, bahkan maksimal, yakni terlibat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Babel (29:4-6). Mengapa? Karena penghukuman Allah kepada umat pilihan-Nya itu mengandung pengutusan, yakni agar umat-Nya turut berperan mengusahakan kesejahteraan kota tempat mereka dibuang (29:7).

Rupanya gaya hidup mereka yang tidak memedulikan orang lain dan mementingkan diri sendiri itu terpengaruh oleh nubuat dan ajaran dusta bahwa Allah akan segera memulangkan mereka dari pembuangan (29:8-9), sehingga banyak di antara mereka yang memilih untuk sekadar bertahan, dan tidak peduli terhadap kondisi kota maupun warga Babel. Surat Yeremia menegaskan bahwa rancangan Allah tetap sama bagi mereka maupun melalui mereka, yakni rancangan damai sejahtera (29:10 -11). Artinya, di mana pun umat pilihan Allah berada, panggilan Allah bagi mereka tidak pernah berubah. Mereka tetap merupakan umat yang diberkati Allah; dan melalui mereka, berkat Allah harus sampai dan dinikmati oleh segala bangsa (bandingkan dengan Kejadian 12:1-3).

Tidak sedikit orang Kristen yang saleh, namun tanpa sadar bersikap egois, tidak peduli terhadap sesama maupun terhadap kondisi lingkungannya, kotanya, maupun bangsanya. Salah satu penyebab sikap itu adalah pengaruh ajaran yang tidak utuh, yaitu ajaran yang membuat mereka cenderung mementingkan kesalehan pribadi dan mengurus kehidupan diri sendiri. Mereka menjalani hidup hanya untuk sekadar bertahan hidup dan mengisi waktu sebelum mati atau sebelum Tuhan Yesus datang kembali, sehingga mereka tidak merasa terbeban untuk terlibat secara serius dan maksimal dalam upaya mengubah kondisi dunia yang penuh bencana, kejahatan dan ketidakadilan. Sebagai ciptaan baru di dalam Kristus, kita tak boleh puas hanya sekadar diselamatkan dari kebinasaan kekal, karena sesungguhnya kita diselamatkan untuk melakukan pekerjaan baik yang memuliakan Allah (Efesus 2:10). Jadi, boleh saja hidup kita berorientasi sorga. Akan tetapi, kita juga harus terlibat dan berdampak di tengah dunia. Ingatlah bahwa di mana pun kita berada, dalam posisi atau peran apa pun, kita adalah utusan-Nya! [ICW]




Renungan Seorang Murid GKY Sunter / 2020