MERESPONS ZIBA DAN SIMEI

BACAAN ALKITAB : 2 Samuel 16:1-14
PERENUNGANKU
Setiap politisi pasti memahami bahwa dalam politik tidak ada kawan ataupun lawan yang abadi. Yang ada hanyalah kepentingan yang abadi. Dasar pilihan bagi seseorang untuk bersekutu atau menjadi lawan hanya satu, yaitu keuntungan diri sendiri. Hal ini tampak dari perilaku Ziba hamba Mefiboset dan Simei bin Gera seorang dari kaum keluarga Saul dalam merespons kejatuhan Raja Daud yang sedang melarikan diri dari kejaran Absalom.

Dalam pelariannya, Raja Daud berjumpa dengan Ziba yang sengaja menemuinya dengan membawa persediaan makanan. Ziba berupaya menjilat Raja Daud dengan memaparkan berita bohong yang menyudutkan Mefiboset. Di kemudian hari, kebohongannya terkonfirmasi (pasal 19). Bak gayung bersambut, Ziba merasa bahwa Raja Daud memercayainya, bahkan secara sembrono langsung mewariskan segala kepunyaan Mefiboset kepadanya. Sekalipun Raja Daud telah bertindak gegabah, selanjutnya Raja Daud mencurigai bahwa Ziba adalah seorang oportunis yang berani berbohong demi keuntungan diri sendiri. Hal ini terlihat dalam 19:25, saat Raja Daud berusaha mengonfirmasi cerita Ziba kepada Mefiboset, bukan sekadar memercayai perkataan Ziba secara mentah-mentah.

Berbeda degan Ziba, Simei justru mengutuki Raja Daud. Jika sebelumnya dia bungkam, kejatuhan Raja Daud dari takhtanya membuka kesempatan baginya untuk mengutuki Daud dengan berbagai hinaan dan lemparan batu. Daud sendiri tidak merespons secara berlebihan, namun ia percaya bahwa seandainya kutuk yang diucapkan Simei itu benar, berarti Tuhan memang ingin menghukumnya. Akan tetapi, jika tidak, tentu Tuhan akan memperhatikan kesengsaraannya dan membalas yang baik ganti kutuk yang ia terima (16:12).

Dua respons yang berbeda dari orang-orang yang berinteraksi dengan Raja Daud ini mengingatkan kita bahwa ada banyak orang yang mungkin memanfaatkan suatu relasi untuk maksud-maksud yang tidak tulus. Kita juga tidak bisa mengharapkan bahwa semua orang yang berelasi dengan kita memiliki niat baik. Kita tidak mungkin bisa menyenangkan semua orang. Yang paling penting, kita harus selalu berusaha menyenangkan hati Tuhan dengan tetap hidup dalam prinsip-prinsip kebenaran dan kasih. [FI]




Renungan Seorang Murid GKY Sunter / 2020